UKM U An-Niswa

Selasa, 14 Maret 2023

 




Diskusi Rutin Gender  ( 10/03/2023)

Pemateri : Adinda Rizki Arbaningrum (Pilar PKBI Jateng)

International Women’s Day

 

       Berbicara mengenai International Women's Day terdapat sejarah ataupun latar belakang yang menjadi bukti bahwa ditetapkannya IWD pastinya terdapat momentum penting yang meliputinya. Sejarahnya dimulai ketika adanya aksi demonstrasi oleh 15.000 perempuan di New York, mengenai upah kerja, hak milik, dan jam kerja yang lebih singkat. Tahun 1910 Clara Zetkin mengusulkan Hari Perempuan Internasional dalam Konferensi Internasional hingga akhirnya disepakati. Ditetapkan pada tanggal 8 Maret dengan melihat aksi mogok kerja perempuan di Rusia. Hari Perempuan Internasional masih dirayakan hingga sekarang karena kesetaraan gender menjadi tujuan utama peringatan yang belum bisa tercapai.

        International Women's Day memiliki simbol berupa warna ungu, artinya keadilan,setia dengan tujuan, hijau yang memiliki arti harapan, dan putih kemurnian. IWD lekat kaitannya dengan kesetaraan gender dimana mengacu pada hak, tanggung jawab dan kesempatan perempuan dan laki-laki. Mereka berperan sesuai manusia yang mempunyai tujuan bukan berperan karena ia dilahirkan sebagai laki-laki dan perempuan.

 Apakah terdapat perbedaan antara peran laki-laki dan perempuan?

    Perempuan itu manusia yang diberi rahim, yang membedakan dengan laki-laki yaitu alat reproduksinya sehingga kita dapat menentukan ia perempuan atau laki-laki. Sebenarnya peran laki-laki dan perempuan itu tidak berbeda, mereka harusnya mempunyai peran yang sama sebagai manusia. Jadi dalam hal ini, dapat disebut sebagai peran manusia (laki-laki & perempuan).

Lalu, jika laki-laki & perempuan hanya dibedakan secara jenis kelamin saja. Lantas bagaimana peran keduanya?

        Peran manusia baik laki-laki maupun perempuan dimasa sekarang dan masa yang akan datang bisa dilakukan dengan speak up dan gunakan sosmed sebagai fasilitas untuk menyuarakan kesetaraan gender. Sekilas mengenai kondisi perempuan yang bekerja sebagai buruh, namun dalam penyebutan sekarang pembantu lebih cocok disebut dengan pekerja rumah tangga. Karena ia mendapatkan upah dan mencurahkan fikiran serta jasa dengan sepenuhnya, sebenarnya penyebutan pembantu  kurang sesuai karena ia pekerja bukan sebagai relawan yang membantu dan tidak mendapatkan upah.

       Ironisnya di beberapa pabrik para pekerja perempuan ditekan untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa ada istirahat, bahkan yang lebih parah pekerja perempuan tidak mendapatkan cuti haid, hamil, dan keguguran. Singkatnya masalah tersebut menyebabkan perempuan sulit mengutarakan apa yang selama ini dia rasakan, dan tanpa disadari hal tersebut membunuh emansipasi wanita secara perlahan. Namun, pada saat ini peran kita adalah bagaiman agar undang-undang mengenai pekerja rumah tangga disahkan dengan tujuan melindungi para perempuan sehingga mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, mengenai undang-undang yang sudah disahkan mengenai cuti haid, hamil, dan keguguran harus terus disuarakan supaya hal tersebut tidak hanya berlaku secara undang-undang saja namun juga berlaku dalam realitas sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  TASYAKURAN WISUDA & FIRST GATHERING UKMU AN-NISWA Minggu, 20 Agustus 2023            Tasyakuran wisuda dan first gathering merupakan ...