UKM U An-Niswa

Senin, 10 Januari 2022

Persiapan Pernikahan untuk Remaja

 



Remaja merupakan masa peralihan dari usia anak menjadi dewasa. Pada umumnya masa remaja dianggap mulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat anak mencapai usia mencapai usia matang secara hukum. Adanya perilaku sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja menunjukkan perbedaan awal masa remaja yaitu kira-kira dari usia 13 tahun-16 tahun atau 17 tahun usia saat dimana remaja memasuki sekolah menengah. Masa remaja awal dimulai dari umur 12-15 tahun, masa remaja pertengahan dari umur 15-18 tahun dan masa remaja akhir dari umur 18-21 tahun.

Dilihat dari sudut batas usia, remaja termasuk kedalam kalangan yang transaksional artinya keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara karena berada diantara kanak-kanak dengan dewasa. Pada masa remaja biasanya memiliki perubahan dalam sikap dan perilakunya, ketidakmampuan dalam mengatasi masalahnya sendiri, masih mencari identitas diri, dan cenderung labil. Dalam masa remaja biasanya mereka dianggap juga sudah hampir dewasa karena itulah terkadang kerap terjadinya pernikahan dini. Dampak dari pernikahan dini diantaranya yaitu daya saing rendah dalam mencari pekerjaan, resiko kematian ibu dan anak, rentan mendapatkan kekerasan, angka perceraian tinggi dan resiko kanker serviks dan stunting.

Oleh karena itu, perlu adanya persiapan pernikahan untuk remaja agar tidak terjadi pernikahan dini. Usia matang bagi perempuan untuk menikah yaitu 21 tahun sedangkan usia matang bagi laki-laki untuk menikah yaitu 25 tahun. Pada usia tersebut tubuh remaja sudah berhenti tumbuh dan menjadi dewasa, hormon dalam tubuh juga sudah stabil. Selain itu kematangan emosi dan kemampuan bekerja sudah siap untuk menopang rumah tangga.

 Menikah bukan hanya berarti siap melakukan hubungan seksual saja, melainkan juga membutuhkan ekonomi serta bukan dari segi sosial karena paksaan atau mengikuti teman lain yang sudah menikah. Ketika pasangan menikah di usia terlalu muda, emosi belum matang. Jadi ketika ada perbedaan pandangan biasanya berujung pada perselisihan dan pertengkaran berlarut-larut. Selain itu di usia terlalu muda kesiapan ekonomi juga masih kurang. Menurut Bappenas, anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar selama kehamilan atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sementara usis 15-19 tahun memiliki resiko kesakitan dan kematian sebanyak dua kali lebih besar yang timbul selama proses kehamilan dan persalinan. Dengan merencanakan pernikahan dengan baik sama saja dengan mempersiapkan masa depan anak dengan sebaik-baiknya.


Melihat Kembali Nilai HKSR dalam Menangani KDRT

 


Dalam perkembangan berita terakhir, kita dapat menemukan beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).  Pada tahun 2021, menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PP) tercatat bahwa lebih dari 8 ribu kasus atau aduan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu segala bentuk tindakan kekerasan yang terjadi terhadap lawan jenis, namun biasanya perempuan lebih banyak menjadi korban daripada menjadi pelaku. KDRT terjadi karena ada beberapa faktor penyebab, diantaranya yaitu:

a.       Budaya patriarki yang menempatkan posisi pihak yang memiliki kekuasaan merasa lebih unggul. Dalam hal ini laki-laki dianggap lebih unggul daripada perempuan dan berlaku tanpa perubahan, bersifat kodrati. Pengunggulan laki-laki atas perempuan ini menjadikan perempuan berada pada posisi rentan menjadi korban KDRT.

b.      Pandangan dan pelabelan negative (stereotype) yang merugikan, misalnya laki-laki kasar, maco, perkasa sedangkan perempuan lemah, dan mudah menyerah jika mendapatkan perlakuan kasar. Pandangan ini digunakan sebagai alasan yang dianggap wajar jika perempuan menjadi sasaran tindak KDRT.

c.       Antara suami dan istri tidak saling memahami dan tidak saling mengerti. Sehingga jika trejadi permasalahan keluarga, komunikasi tidak berjalan baik sebagaimana mestinya.  

Adapun menangani KDRT dengan memahami Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yaitu hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk kehidupan keluarga dan reproduksinya, hak atas kerahasiaan pribadi, hak untuk kebebasan berpikir, hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan, hak untuk memilih bentuk keluarga, hak untuk memutuskan kapankah dan akankah punya anak, hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan dan lain sebagainya.

Dengan melihat nilai HKSR seperti yang sudah dijabarkan diatas, kemungkinan terjadinya KDRT kecil atau tidak akan terjadi sama sekali. Selain itu dengan mengubah cara pandang yang terjadi di masyarakat terutama pemikiran patriarki yang sebaiknya diubah seperti  menganggap laki-laki lebih superior daripada perempuan karena kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sejajar. Dalam hubungan berkeluarga, suami dan istri harus bisa berjalan satu sama lain, memiliki komunikasi yang baik, keterbukaan satu sama lain dan kebebasan dalam mengambil keputusan.


  TASYAKURAN WISUDA & FIRST GATHERING UKMU AN-NISWA Minggu, 20 Agustus 2023            Tasyakuran wisuda dan first gathering merupakan ...