Dalam perkembangan berita terakhir, kita dapat menemukan beberapa kasus
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pada tahun 2021, menurut data Sistem Informasi
Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PP) tercatat bahwa lebih dari 8
ribu kasus atau aduan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu segala bentuk tindakan kekerasan yang terjadi
terhadap lawan jenis, namun biasanya perempuan lebih banyak menjadi korban
daripada menjadi pelaku. KDRT terjadi karena ada beberapa faktor penyebab,
diantaranya yaitu:
a.
Budaya patriarki yang
menempatkan posisi pihak yang memiliki kekuasaan merasa lebih unggul. Dalam hal
ini laki-laki dianggap lebih unggul daripada perempuan dan berlaku tanpa
perubahan, bersifat kodrati. Pengunggulan laki-laki atas perempuan ini
menjadikan perempuan berada pada posisi rentan menjadi korban KDRT.
b.
Pandangan dan pelabelan
negative (stereotype) yang merugikan, misalnya laki-laki kasar, maco, perkasa
sedangkan perempuan lemah, dan mudah menyerah jika mendapatkan perlakuan kasar.
Pandangan ini digunakan sebagai alasan yang dianggap wajar jika perempuan
menjadi sasaran tindak KDRT.
c.
Antara suami dan istri
tidak saling memahami dan tidak saling mengerti. Sehingga jika trejadi
permasalahan keluarga, komunikasi tidak berjalan baik sebagaimana mestinya.
Adapun menangani KDRT dengan memahami Hak Kesehatan
Seksual dan Reproduksi (HKSR) yaitu hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan
keamanan, hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi
termasuk kehidupan keluarga dan reproduksinya, hak atas kerahasiaan pribadi,
hak untuk kebebasan berpikir, hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan,
hak untuk memilih bentuk keluarga, hak untuk memutuskan kapankah dan akankah
punya anak, hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan dan lain
sebagainya.
Dengan melihat nilai HKSR seperti yang sudah
dijabarkan diatas, kemungkinan terjadinya KDRT kecil atau tidak akan terjadi
sama sekali. Selain itu dengan mengubah cara pandang yang terjadi di masyarakat
terutama pemikiran patriarki yang sebaiknya diubah seperti menganggap laki-laki lebih superior daripada
perempuan karena kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sejajar. Dalam
hubungan berkeluarga, suami dan istri harus bisa berjalan satu sama lain,
memiliki komunikasi yang baik, keterbukaan satu sama lain dan kebebasan dalam
mengambil keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar